Buruh Pabrik Yang Bisa Menjadi Ratu Properti Cina

VIVAnews - Namanya begitu populer di China. Namun siapa sangka, ratu properti ini masa kecilnya penuh dengan kesengsaraan.
Zhang Xin, nama sang ratu property ini, menghabiskan masa kecilnya di lantai lima, rumah susun di pinggiran Beijing. Makan nasi ransum dengan mangkuk besi bersama anak-anak pekerja keras China yang lain.

Tokoh Properti
Saat remaja, ia sempat menjadi buruh pabrik di Hong Kong. Bekerja 12 jam dengan shift. Saat kerja inilah, sedikit demi sedit, Zhang bisa mengumpulkan uang.
Pada usia 20, Zhang telah memiliki uang cukup, dan memutuskan hijrah ke Inggris. Dia mendapatkan bea siswa di Sussex. Kemudian, dia melanjutkan di Cambridge untuk menyelesaikan gelar master.

Kini, dua dekade setelah dia bekerja keras, Zhang bisa menatap dari lantai atas salah satu bangunan paling bergaya dan bergengsi di Beijing. Itulah bangunan miliknya, yang dibangun dari keringatnya sendiri. Zhang pun menjadi salah satu wanita terkaya dunia.
Baru-baru ini majalah Forbes menurunkan profil 10 perempuan miliarder dunia yang kekayaannya dari keringat sendiri. Bukan warisan maupun hibah. Salah satunya Zhang, yang memiliki kekayaan US$ 2 miliar atau sekitar Rp.18 triliun.
Di bawah bendera SOHO, Zhang berhasil membangun kerajaan bisnis properti bersama suaminya. Dia berhasil mengubah cakrawala dari rumah beton kotor yang ia tinggali hingga menjadi gedung yang indah dan futuristik. "Pembangunan ini bertahap dan begitu lama," kata dia kepada The Sunday Telegraph.
"Saya teringat ketika kami sedang berjuang membayar gaji dan tagihan. Bagaimana pun perusahaan harus terus bergerak meskipun dengan utang. Dengan kontrol biaya yang ketat, kami pun secara bertahap bisa mendapat keuntungan."
Meski telah sukses, dia tidak mau memamerkan kekayaannya. Penampilannya sangat sederhana. Bila menggunakan make up, tidak begitu kentara. Begitu juga dengan perhiasan, juga tidak berlebih.
Ditanya mobil apa yang dia pakai, dia ragu-ragu. Namun akhirnya menjawab. "Oh, itu Lexus. Saya tidak tahu modelnya."
Bahkan dengan miliaran dollar kekayaan yang ia punya, Zhang tetap mempertahankan sikap hemat. Bila menggunakan pesawat, dia akan menolak menggunakan kelas satu. Padahal bagi dia, sangat mudah terbang ke mana pun dengan tiket paling mahal sekali pun.
"Ini bukan soal keterjangkauan, ini tentang hati nurani," katanya. "Kelas bisnis ini sudah cukup nyaman."

Zhang sekarang berusia 45, tahun. Tumbuh dewasa selama paruh kedua dari Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Dia merupakan putri generasi ketiga imigran Tionghoa yang pindah ke Burma dan kembali lagi ke Beijing pada tahun 1950.
Keluarga ini tinggal di sebuah bangunan utilitarian. Ibunya bekerja sebagai penerjemah resmi membantu menyebarluaskan pernyataan Deng Xiaoping dan Zhou Enlai. Saat sekolah, setiap siang Zhang pulang untuk makan nasi ransum dari kantin gedung itu.
"Hanya ada tiga jenis makanan, semua cukup buruk," kenang dia. "Kami masing-masing memegang mangkuk nasi dan dibawa ke kantin. Petugas membagikan makanan dari wadah yang sangat besar," kata dia sambil menunjuk foto pekerja konstruksi yang sedang mengantre makan di salah satu proyek bangunannya. "Rasanya seperti itu, hanya jauh lebih buruk."
Saat itu, Zhang mengatakan, Beijing adalah kota muram. "Bangunan-bangunan itu kelabu, semua orang berpakaian abu-abu. Kami tidak pernah melihat langit. Tidak ada gagasan dari langit biru untuk sebuah kemakmuran," katanya.
"Semua orang berpakaian sama, makan sama, perbedaan antara satu orang dengan lain sangat kecil. Mungkin sama seperti perbedaan satu rambut dengan rambut lain di kepala Anda," ujar Zhang.
Bekerja sebagai buruh pabrik di Hong Kong baginya tidak jauh lebih baik. "Itu mengerikan," katanya.
Setelah "melarikan diri" ke Inggris, pintu Zhang mulai terbuka. Dengan gelar master ekonomi pembangunan di tangannya, ia mendapat pekerjaan pertamanya di Goldman Sachs.
Pada 1994 ia kembali ke China, tergoda seperti ekspatriat lainnya yang terpikat oleh tawaran zona ekonomi khusus dan reformasi ekonomi.
Seorang teman menyarankan Zhang memulai bisnis properti. Pan Shiyi namanya. Dia yang datang dari keluarga lebih miskin dari Zhang, memandang masa depan bisnis properti sangat bagus.
Empat hari kemudian, Pan mengusulkan semua ide kepada perempuan itu. Lalu mereka mendirikan SOHO. Bersama Pan yang kemudian menjadi suaminya, Zhang memulai bisnisnya.
Pada 2007, perusahaan yang dibangunnya sempat kolaps dengan utang US$1,65 miliar, namun kemudian sedikit demi sedikit utang itu bisa direstrukturisasi, hingga sekarang telah berubah menjadi perusahaan properti raksasa china.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Info artikel menarik lain silahkan baca Macam-macam Developer Real Estate.

Jika anda butuh info workshop belajar menjadi investor properti sampai mahir yang kebetulan di pandu oleh mentor bapak Joe Hartanto, anda bisa mendaftar atau melihat jadwal workshop terdekat di www.propertycashmachine.com.

Untuk yang ingin belajar investasi property secara online silahkan mendaftar di www.propertycashmachine.com/e-learning.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jika anda berminat dengan waralaba masakan Jepang Okonomiyaki & Takoyaki silahkan pelajari info lengkapnya DISINI.

0 komentar:

Posting Komentar